Study Protein Risin

RISIN

Protein dibagi menjadi dua golongan utama berdasarkan bentuk dan sifat-sifat fisik tertentu, yaitu protein serabut dan protein globular. Dimana protein serabut bersifat tidak larut di dalam air, merupakan molekul serabut panjang, dengan rantai polipeptida yang memanjang pada satu sumbu, dan tidak berlipat menjadi bentuk globular. Hampir semua protein serabut memberikan peranan struktural atau pelindung. Protein yang khas adalah α-keratin pada rambut dan wol, fibroin dari sutera dan kolagen dari urat. Sedangkan pada protein globular, rantai atau rantai-rantai polipeptida berlipat rapat-rapat menjadi bentuk globular atau bulat yang padat. Protein globular biasanya larut di dalam sistem larutan (air) dan segera berdifusi. Hampir semua mempunyai fungsi gerak atau dinamik. Hampir semua enzim merupakan protein globular, seperti protein transport pada darah, antibodi, dan protein penyimpan nutrien.


Risin pertama kali ditemukan oleh Stillmark pada tahun 1888 ketika sedang melakukan uji coba ekstrak biji kastroli (castrol bean) pada sel darah merah. Hasil uji cobanya saat itu menunjukkan bahwa ekstrak biji tersebut sanggup menggumpalkan sel darah merah. Pada saat itu, Stillmark tidak mengetahui ada apa di balik semua itu. Namun kini kita mengetahui bahwa yang berperan dalam penggumpalan sel darah merah tersebut adalah suatu protein enzim yang dikenal sebagai risin.Risin merupakan suatu protein globular dengan bobot molekul 66 kDa (kilo dalton) tersusun atas dua buah rantai yang saling berhubungan, yaitu rantai A (32 kDa) dan rantai B (32 kDa). Kedua rantai penyusun risin adalah suatu glikoprotein protein yang mengikat gugus karbohidrat manosa. Keduanya secara kovalen dihubungkan oleh jembatan disulfida.

Ditinjau dari segi fungsinya, kedua rantai penyusun risin berbeda satu sama lain. Rantai A memiliki aktivitas toksik karena dapat menghambat sintesis protein. Sedangkan rantai B berfungsi mengikat reseptor permukaan sel yang mengandung galaktosa.

Gambar Struktur protein risin

Risin ditemukan pada biji tumbuhan Ricinus comunis (tumbuhan kastroli) di Indonesia lebih dikenal sebagai tumbuhan jarak. Risin merupakan produk samping dari pemanfaatan biji tumbuhan untuk produksi minyak kastrol. Minyak ini banyak dimanfaatkan untuk keperluan medis. Sifat risin yang tidak larut dalam minyak membuat risin tidak tercampur dalam produk minyak yang dihasilkan dan terbuang sebagai residu. Kandungan risin dalam residu ini sekitar 5 persen.Uji coba laboratorium menggunakan hewan model menunjukkan bahwa dosis 3-5 µg (mikrogram) risin /kg berat badan (bb) apabila dihirup dalam waktu 60 jam dapat membunuh setengah dari populasi hewan coba (LD50).
Gambar Mekanisme aksi risin

Pada manusia, 500 µg risin dapat menimbulkan kematian setelah 36-72 jam. Oleh karena itu, risin dimanfaatkan oleh teroris untuk menebar ancaman. Sebagai contoh pada tahun 1978, seorang jurnalis asal Bulgaria, Georgi Markov yang tinggal di London tewas karena tusukan payung yang telah dibubuhi risin. Selain itu, bubuk risin diduga pernah digunakan pada masa perang Irak-Iran pada era tahun 1980-an. Gejala yang ditimbulkan risin cukup beragam bergantung pada jalur masuk molekul ini ke dalam tubuh. Gejala yang timbul apabila kita terpapar risin melalui jalur udara (pernafasan) adalah batuk, kesulitan bernafas, demam, mual, muntah, kulit berwarna kebiru-biruan, dan tekanan darah rendah. Terpapar risin melalui jalur pencernaan (mulut) akan menimbulkan gejala awal seperti diarrhea, dehidrasi, tekanan darah rendah, halusinasi, dan darah dalam urin. Sedangkan apabila bubuk risin mengenai mata dan kulit, maka akan menimbulkan mata merah dan rasa sakit pada mata dan kulit.

Manfaat protein RisinSampai saat ini, obat yang efektif untuk mengatasi keracunan akibat risin pada manusia belum ditemukan. Namun, hasil penelitian menggunakan hewan coba menunjukkan bahwa pemberian antibodi antirisin (upaya perlindungan melalui imunisasi aktif) cukup efektif dalam melawan risin yang masuk ke dalam tubuh melalui udara. Penelitian lain menunjukkan bahwa pemberian 3-5 µg zat kimia toksoid dengan atau tanpa disertai aluminum hidroksida terhadap tikus dan primata bukan manusia terbukti mampu melindungi hewan tersebut dari kematian akibat racun risin. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa toksoid terbukti aman digunakan pada hewan model ini.

Apa yang harus kita lakukan apabila kita terkena risin? Departemen Kesehatan dan Pusat Pencegahan dan Kontrol Penyakit Amerika Serikat menyarankan beberapa tip. Pertama, segera menjauhi tempat bubuk risin disebar. Kedua, jika pakaian kita sempat terkontaminasi, secepat mungkin kita melepaskan pakaian tersebut dan membersihkan tubuh kita menggunakan sabun dan air. Apabila mata kita juga ikut terkena bubuk risin, segera kita mecuci mata dengan air minimal 10-15 menit. Selanjutnya, pakaian yang sudah terkontaminasi tadi segera dimasukkan ke dalam plastic tertutup. Upaya-upaya ini diharapkan dapat mengurangi kemungkinan kematian karena racun risin.

Molekul risin ternyata tidak hanya menebar ancaman. Tetapi juga dapat memberikan manfaat bagi dunia ilmu pengetahuan khususnya bidang kedokteran. Ini disebabkan oleh potensi risin yang cukup besar dalam terapi terhadap beberapa penyakit seperti tumor, kerusakan sumsum tulang, dan AIDS.

Dalam kaitannya dengan sel tumor, risin pertama kali diteliti pada tahun 1951. Untuk dapat membunuh sel target tertentu (misal sel tumor), para ahli memanfaatkan suatu molekul lain yang spesifik terhadap sel tumor tersebut. Molekul ini disebut antibodi. Antibodi dirancang sehingga hanya mengenali reseptor pada membran sel tumor. Antibodi spesifik sel tumor ini sebelumnya direaksikan dengan molekul risin atau bisa hanya mereaksikannya dengan rantai A molekul risin membentuk imunotoksin. Ketika terjadi proses endositosis, molekul risin akan ikut masuk ke dalam sel tumor. Di dalam sel ini, molekul risin diharapkan dapat berfungsi seperti saat bekerja pada sel yang sehat, yaitu menghambat produksi protein sel tumor dan akhirnya menyebabkan sel ini menjadi mati.
Gambar Tahap pembentukan imunotoksin dan mekanisme kerja dalam menghancurkan sel tumor

Selain untuk terapi tumor, molekul risin juga memiliki potensi yang cukup besar dalam aplikasi kedokteran lainnya seperti transplantasi. Uji in vitro menunjukkan, imunotoksin terbukti secara sukses dapat menghancurkan sel limfosit T yang menghalangi upaya donor sumsum tulang kepada pasien yang memiliki kerusakan sumsum tulang. Selain itu, imunotoksin anti sel T juga mampu menghancurkan sel T yang berbahaya pada penderita penyakit leukemia (tumor darah putih). Pada tahun 1995, ilmuwan bernama De la Cruz dan koleganya berhasil menunjukkan bahwa risin juga dapat digunakan untuk studi fungsi otak manusia dan ini penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang biologi syaraf. Para ahli juga sedang meneliti kemungkinan efek potensial dari risin dalam mengatasi penyakit AIDS.

Besarnya ancaman yang ditimbulkan risin hendaknya tidak menghentikan kita untuk meneliti manfaat yang ada. Potensinya yang juga besar dalam upaya terapi terhadap beberapa penyakit seperti tumor, AIDS, dan juga dalam transplantasi sumsum tulang dan studi fungsi otak harus juga mendapat perhatian yang serius. Sehingga akhirnya molekul risin dapat lebih digunakan sebagai agen pemberi manfaat daripada agen penyebar ancaman.

1 comments:

Alginus said...

misi bu...numpang lewat ^^

http://eletronic-x.blogspot.com

picture widgets picture widgets picture widgets picture widgets